Iklan

Iklan

36 Tahun Menyemai Asa: Akhir Pengabdian Sang Maestro Pertanian Minahasa Raya, Wangke Karundeng

Swara Manado News
Selasa, 22 Juli 2025, 10:56 WIB Last Updated 2025-07-22T02:56:35Z

   Foto Ils
Minahasa Utara
 — Di sebuah pagi yang hangat di Airmadidi, udara terasa berbeda. Ada haru yang menggantung di langit Minahasa Utara. Ir. Wangke Sem Karundeng, MAP — sosok yang selama puluhan tahun dikenal sebagai tiang penopang dunia pertanian Minahasa Raya — resmi mengakhiri pengabdiannya.

Pada tanggal 1 Agustus 2025 mendatang, pria yang dijuluki Kadis Legendaris ini akan melepas jabatan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Minahasa Utara setelah 36 tahun berkarya dalam birokrasi, 26 tahun di antaranya sebagai pemimpin dinas di berbagai kabupaten.

Namun kisah Wangke Karundeng bukan sekadar soal jabatan. Ia adalah cerita tentang keberanian merintis dari nol. Dari ruang sempit seorang honorer di Kota Bitung tahun 1989, ia melangkah tanpa pamrih, berbekal ilmu pertanian dari Universitas Sam Ratulangi, lalu menambah bekal akademis dengan gelar Magister Administrasi Publik di Universitas Negeri Manado. Dari Bitung ke Tondano, Amurang hingga Airmadidi, langkahnya tak pernah surut.

Wangke tak hanya membangun sistem — ia membangun harapan para petani. Ia menembus batas-batas wilayah demi satu cita: ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Ia hadir bukan hanya sebagai pejabat, tapi sebagai pendamping setia petani, mendengarkan mereka, menyusun program, dan memastikan benih yang disemai tak hanya tumbuh di tanah, tapi juga di hati rakyat.

Sebagai bentuk penghormatan atas dedikasinya, pada 21 Juli 2023 ia menerima Satyalancana Karya Satya dari Presiden Republik Indonesia. Tanda kehormatan itu menjadi saksi bisu bahwa kerja tulus tidak pernah sia-sia. Di hari yang sama, ia juga menerima SK Kenaikan Pangkat Pengabdian Golongan IV/d, penanda bahwa dedikasinya telah menyentuh puncak tertinggi karier birokrasi.

Dalam pesan terakhirnya, Wangke tak berbicara tentang dirinya. Ia berbicara tentang masa depan.

“Saya berharap penerus saya adalah orang yang benar-benar memahami dunia pertanian dan peternakan di Minahasa Utara. Karena tugas ini bukan sekadar administrasi. Ini adalah perjuangan untuk rakyat, untuk ketahanan pangan,” ujarnya dengan suara bergetar.

Ia juga menitipkan pesan agar program strategis yang telah dibangun — terutama yang berkaitan dengan akses pangan dan keberlanjutan pertanian — tetap dijaga. Karena bagi Wangke, jabatan boleh berganti, tetapi komitmen terhadap tanah dan petani tidak boleh pudar.

Kini, setelah puluhan tahun menyemai, Wangke Karundeng pamit. Namun bukan sebagai kenangan yang redup, melainkan sebagai jejak yang akan terus menjadi pijakan. Ia meninggalkan warisan, bukan dalam bentuk monumen, tetapi dalam bentuk perubahan nyata di ladang-ladang Minahasa.

Wangke Karundeng bukan hanya ASN. Ia adalah kisah tentang dedikasi, konsistensi, dan cinta. Cinta pada tanah, dan pada mereka yang menggantungkan hidup di atasnya.


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • 36 Tahun Menyemai Asa: Akhir Pengabdian Sang Maestro Pertanian Minahasa Raya, Wangke Karundeng

Terkini

Iklan