MANADO — Saat kelangkaan solar terus menghantui warga Sulawesi Utara, satu nama kembali mencuat ke permukaan: Nini sosok yang akrab dijuluki “Mami Ratu Solar” oleh publik dan aparat karena keterlibatannya dalam aktivitas penimbunan BBM bersubsidi.
Setelah sebelumnya terungkap menimbun solar subsidi di rumahnya di kawasan Karombasan, kini tim investigasi media mengungkap modus baru yang lebih terselubung namun sistematis: penyimpanan BBM ilegal dialihkan ke rumah sopir pribadinya.
Aktivitas pengangkutan dilakukan setiap malam secara bergilir menggunakan kendaraan pribadi, lalu dipindahkan ke gudang tidak resmi untuk dijual dengan harga jauh di atas HET (Harga Eceran Tertinggi). Modus ini telah dikonfirmasi oleh sumber internal dan bahkan diakui langsung oleh yang bersangkutan dalam percakapan terbatas.
Dua lokasi penyimpanan — rumah pribadi Mami Ratu Solar dan rumah sopirnya — diketahui berada dalam radius kurang dari 1 kilometer. Pola distribusinya konsisten: pengangkutan tengah malam, pengalihan solar curian, dan pemasaran lewat jaringan gelap.
Ironisnya, hingga berita ini diturunkan, tidak ada penindakan berarti dari aparat penegak hukum. Padahal, bukti dan laporan telah disampaikan oleh warga dan aktivis lingkungan sejak bulan lalu.
Tindakan Mami Ratu Solar bukan pelanggaran kecil. Penimbunan dan distribusi ilegal BBM bersubsidi melanggar UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara dan denda Rp 60 miliar.
Dampaknya bukan hanya pada kas negara, tapi juga langsung menghantam masyarakat kecil: Nelayan sulit melaut, Sopir angkutan umum harus antre berjam-jam, Petani tidak mendapat solar untuk alat berat mereka.
Kini muncul pertanyaan besar: Mengapa Mami Ratu Solar belum ditangkap? Apakah ada kekuatan yang membekingi? Apakah ini sekadar kelalaian, atau justru indikasi kolusi dan pembiaran sistemik?
Kasus Mami Ratu Solar adalah ujian nyata bagi integritas penegakan hukum di Sulut. Ini bukan semata soal BBM, tapi soal keadilan sosial, soal kepastian hukum, dan soal keberanian negara menghadapi mafia terorganisir.
Jika aparat masih diam, maka publik akan bicara. Jika pelanggar dibiarkan, maka rasa percaya akan hilang.
Negara tidak boleh kalah oleh mafia. Hukum harus bicara lebih keras dari uang dan koneksi.