MANADO — Siang itu, matahari menggantung damai di langit Talise. Tak ada tanda bahwa beberapa saat lagi, laut biru itu akan menjadi saksi kepanikan ratusan jiwa. KM Barcelona V, kapal penumpang yang membawa sekitar 280 orang dari Talaud ke Manado, tiba-tiba dilalap api. Kepulan asap dan teriakan minta tolong membelah ketenangan perairan Minahasa Utara.
Di dek kapal, suasana makan siang berubah menjadi adegan pelarian. Alwina Inang, penumpang sekaligus istri Kasat Lantas Polres Talaud, menggambarkan bagaimana situasi berubah dalam hitungan detik.
“Kami panik. Api cepat sekali menjalar. Saya lihat banyak orang melompat ke laut—tak sempat berpikir, hanya ingin selamat.”
Sekitar satu jam mereka mengapung di laut, bergantung pada pelampung seadanya, sebelum akhirnya diselamatkan oleh tim SAR gabungan, TNI AL, Bakamla, dan para nelayan. Meskipun sebagian besar berhasil dievakuasi, luka tetap tertinggal. Setidaknya tiga penumpang meninggal dunia, bukan karena api, tetapi karena kelelahan dan kondisi medis yang memburuk dalam proses penyelamatan.
Di tengah kepedihan, muncul suara empati dari tokoh nasional asal Sulut: Irjen Pol (Purn) Dr. Ronny F. Sompie. Sosok mantan Kadiv Humas Polri itu menyampaikan bela sungkawa dan harapan, bukan hanya sebagai tokoh publik, tapi sebagai manusia yang peduli akan sesama.
“Saya dan keluarga menyampaikan rasa duka yang mendalam. Semoga Tuhan memberi penghiburan dan kekuatan bagi para korban dan keluarga,” ucap Sompie.
Namun, empati tak berhenti pada simpati. Sompie menyerukan refleksi kolektif, menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh atas manajemen keselamatan kapal penumpang.
“Kepada nahkoda dan kru kapal, semoga diberikan kebijaksanaan untuk bertanggung jawab atas peristiwa ini. Musibah ini harus jadi pelajaran—bukan untuk disesali saja, tapi untuk menyelamatkan nyawa di kemudian hari.”
Bagi Ronny F. Sompie, tragedi ini lebih dari sekadar insiden laut. Ini adalah alarm keras tentang sistem keamanan pelayaran yang lemah, minimnya pelatihan tanggap darurat, dan kurangnya pengawasan menyeluruh atas prosedur keselamatan publik.
Meski ia tak berada di Pelabuhan Manado saat para korban tiba, doanya terasa hadir, menjangkau jiwa-jiwa yang masih gemetar karena ketakutan. Dalam kesedihannya, ia menyampaikan satu pesan penting:
Luka di laut bisa mengering, tapi trauma butuh kepedulian. Dan dari darat, kami kirimkan doa—agar luka itu tak sia-sia.