. FOTO: Ist
MANADO — Di saat teriakan panik pecah di perairan Talise, ketika asap hitam dari KM Barcelona V menutup langit biru Sulawesi Utara, dan ketika waktu seolah berhenti karena ketakutan—hadir sekelompok orang yang tidak mengenakan seragam resmi, tidak membawa mandat negara, namun bergerak cepat, dengan satu misi: menyelamatkan nyawa.
Mereka bukan petugas SAR. Bukan tim medis. Bukan aparat. Tapi warga biasa dari Pulau Gangga, Talise, Likupang, dan sekitarnya.
Namun pada hari itu, mereka adalah segalanya.
Tanpa instruksi. Tanpa kalkulasi. Tanpa menunggu aba-aba.
Perahu mereka meluncur. Hati mereka memimpin.
Dengan bensin seadanya dan bahaya yang tak terukur, mereka menantang ombak demi satu hal, menolong sesama manusia.
Saat orang lain berlari menjauh dari kobaran api, mereka justru mendekat.
Tak ada kamera, tak ada sorotan. Tapi dunia mencatat, dan langit menyaksikan."Kalian hadir sebagai harapan di tengah kepanikan," ujar seorang penyintas, air mata menggenang.
Tidak banyak kata yang bisa menggambarkan ketulusan mereka. Karena mereka tak menunggu tepuk tangan, tak mengharap nama mereka masuk berita.
Mereka hanya tahu satu hal: Torang Samua Basudara.
Dan benar—di hari tergelap itu, mereka adalah cahaya.
Mereka adalah pahlawan tanpa pangkat. Penjaga nurani kemanusiaan.
Untuk setiap nelayan yang mengulurkan tangan,
Untuk setiap warga yang membuka rumahnya bagi korban,
Untuk setiap perahu yang jadi ambulans darurat.
Apresiasi setinggi langit untuk masyarakat Gangga, Talise, Likupang, dan sekitarnya.
Hari itu, kalian bukan hanya penyelamat, kalian adalah bukti bahwa jiwa kemanusiaan masih hidup dan menyala kuat di bumi Sulawesi Utara.Torang Samua Basudara. Dan hari itu, kalian jadi berkat bagi dunia. 🙏💙