KOTAMOBAGU — Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Kotamobagu kembali menjadi sorotan publik. Setelah sebelumnya dihebohkan dengan kasus narapidana bebas keluar rutan, kini muncul dugaan praktik pungutan liar (pungli) berupa “bisnis telepon berbayar” di dalam rutan.
Informasi yang dihimpun menyebut, terdapat 10 unit handphone berbagai merek yang disediakan dan digunakan para narapidana dengan tarif Rp10.000 per lima menit. Dari perhitungan sederhana, praktik ini diduga menghasilkan pendapatan hingga Rp60 juta per bulan.
Rutan yang berkapasitas 149 orang kini dihuni sekitar 450 narapidana, atau tiga kali lipat dari kapasitas ideal. Kondisi tersebut diduga dimanfaatkan oleh oknum pegawai untuk menjalankan bisnis komunikasi bagi napi.
“Setiap hari banyak napi antre ingin menelpon keluarga. Biayanya sepuluh ribu untuk lima menit,” ungkap salah satu narapidana, Minggu (5/10/2025).
Menanggapi hal ini, Kepala Rutan Kotamobagu Aris Yuliyanta A.Md.IP., S.H., M.H. melalui Humas Rutan Ilham Lahiya membenarkan adanya fasilitas wartel di dalam rutan. Menurutnya, layanan tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 8 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban pada Satuan Kerja Pemasyarakatan.
“Biaya Rp10.000 per lima menit dikembalikan dalam bentuk pembelian pulsa data untuk digunakan para napi. Wartel ini diatur dalam Permenkumham Nomor 8 Tahun 2024,” ujar Ilham.
Namun, penjelasan itu mendapat tanggapan kritis dari Aliansi Wartawan Independen Indonesia (AWII). Ketua AWII Achmad Sujana menilai praktik tersebut berpotensi melanggar aturan karena Permenkumham Nomor 6 Tahun 2013 melarang narapidana memiliki atau menggunakan alat elektronik seperti telepon genggam.
“Jika benar pendapatan mencapai Rp60 juta per bulan, harus dijelaskan ke mana dana itu dialirkan. Negara seharusnya memfasilitasi, bukan membebankan biaya kepada napi,” tegas Sujana.
AWII juga meminta Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melakukan audit menyeluruh terhadap pengelolaan keuangan dan fasilitas di Rutan Kotamobagu untuk memastikan tidak ada praktik pungli.
Kasus dugaan pungli “bisnis telepon” ini menambah daftar panjang persoalan di Rutan Kelas IIB Kotamobagu, setelah sebelumnya terungkap adanya tiga narapidana yang bebas keluar rutan tanpa izin resmi. (*S)