SWARAMANADONEWS.CO – Di balik bangunan sederhana SMK Negeri 3 Manado, tersimpan prinsip yang menggerakkan hati dan langkah: “Memanusiakan manusia.”
Prinsip ini bukan sekadar kata-kata bagi Silvya Angely Cathrien Ransulangi, S.Pd., MM, Kepala Sekolah SMK Negeri 3 Manado. Bagi Silvya, pendidikan adalah bentuk kasih, keadilan, dan penghormatan terhadap sesama. Ia percaya bahwa setiap anak berhak memiliki ruang untuk tumbuh, bermimpi, dan dihargai, apa pun latar belakangnya.
“Setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan, termasuk 37 siswa kami yang masuk lewat jalur afirmasi,” ungkap Silvya, dengan mata berkaca-kaca.
Ke-37 siswa tersebut bukan hanya angka dalam laporan. Mereka adalah anak-anak dari keluarga yang kesulitan ekonomi. Beberapa bahkan penyandang disabilitas. Mereka datang ke sekolah ini membawa beban hidup yang berat—namun juga harapan besar.
“Jalur afirmasi ini adalah pintu kecil menuju masa depan. Tugas kami adalah memastikan pintu itu tetap terbuka,” ujar Silvya dengan tegas namun lembut.
Jalur afirmasi sendiri merupakan skema dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang memberi peluang bagi anak-anak dari keluarga miskin dan penyandang disabilitas untuk mengakses pendidikan yang layak.
Namun, bagi Silvya, ini lebih dari sekadar program. Ini adalah bentuk nyata keadilan sosial.
Silvya tidak hanya menjalankan tugas administratif. Ia terjun langsung ke lapangan, mengunjungi rumah-rumah siswa—yang berdinding papan, berlantai tanah, dan beratap seng bocor. Ia mendengarkan keluh kesah orangtua yang kesulitan membayar listrik, apalagi perlengkapan sekolah.
“Saya hanya ingin mereka tahu bahwa mereka tidak sendiri. Ada yang peduli. Ada yang percaya mereka bisa berhasil,” katanya, menahan haru.
Bagi para siswa, kehadiran Silvya ibarat pelita di tengah kegelapan. Mereka merasa dihargai, bukan karena kemampuan akademik semata, tapi karena mereka adalah manusia.
“Bu Kepsek tidak hanya mengajar, tapi juga menyemangati kami dengan doa,” ucap seorang siswa kelas X dengan lirih.
Kini, banyak dari siswa afirmasi itu mulai berani bermimpi: menjadi teknisi, perancang busana, karyawan hotel, bahkan wirausahawan. SMK Negeri 3 Manado bukan hanya tempat belajar—tapi telah berubah menjadi ruang harapan.
Di tengah dunia pendidikan yang seringkali masih berpihak pada yang mampu, sosok seperti Silvya Ransulangi adalah pengingat penting: bahwa pendidikan sejati lahir dari ketulusan.
Ia tidak hanya mengutip Pasal 31 UUD 1945—yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan—ia mewujudkannya dalam tindakan nyata.
Silvya dan seluruh civitas SMK Negeri 3 Manado membuktikan, bahwa “memanusiakan manusia” bukan slogan kosong. Tapi sebuah komitmen, yang pelan tapi pasti, mampu mengubah hidup satu anak… dan kelak, mungkin mengubah wajah masa depan bangsa.