MANADO — Upaya pemberantasan korupsi yang digelorakan Polda Sulawesi Utara kini tengah diuji. Sosok yang seharusnya menjadi pelayan publik justru diduga menjadi batu sandungan serius. Direktur Utama Perumda Pasar Manado, Lucky Senduk, kini dituding melakukan manuver politis kotor yang dianggap melecehkan proses hukum dan integritas Kepolisian.
Dugaan ini menguat setelah sejumlah tokoh masyarakat, aktivis, dan pengamat menyuarakan kemuakan mereka terhadap cara-cara licik yang dilakukan oleh Lucky Senduk dalam merespons penyelidikan korupsi di tubuh Perumda Pasar.
Menurut informasi yang dihimpun, Lucky Senduk diduga sedang menggalang perlindungan non-formal dengan melibatkan seorang purnawirawan berinisial C, dalam upaya mengaburkan dan menggembosi proses hukum yang sedang dijalankan oleh penyidik.
"Ini bukan sekadar menghindar dari jeratan hukum, tapi sudah masuk kategori pelecehan terhadap institusi Kepolisian. Kalau Polda sampai kompromi, maka kepercayaan publik akan hancur total," tegas Darwis Hutuba, Ketua IKAPPI Manado, Kamis (31/07/2025).
Tak hanya soal dugaan korupsi. Lucky Senduk juga disorot karena sikap politis yang tak netral sebagai pejabat publik.
Dalam jejak digital yang beredar luas, Dirut Perumda Pasar Manado kedapatan terang-terangan mendukung Ganjar Pranowo saat Pilpres 2024 lalu — bahkan memfasilitasi kunjungan istri Ganjar ke Pasar Bersehati.
Namun ironisnya, ketika tim kampanye pasangan Prabowo-Gibran berencana hadir di lokasi yang sama, mereka justru dihambat dan dipersulit secara administratif.
“Ini pelanggaran serius terhadap etika birokrasi. Dirut Pasar telah menjadikan institusinya sebagai alat politik kekuasaan. Kami akan buka semua data ini,” kata Dani Rompis, S.Sos, aktivis Gerakan Bongkar Korupsi Sulut.
Derasnya tekanan publik kini mengarah langsung ke Kapolda Sulut dan Direskrimsus. Tokoh-tokoh masyarakat menilai sudah terlalu banyak indikasi dan bukti kuat atas praktik korupsi yang menggurita di Perumda Pasar, yang diduga dikendalikan langsung oleh Lucky Senduk.
“Bukti dan motif sudah terang. Apa lagi yang ditunggu? Kalau tak ditindak sekarang, rakyat akan anggap polisi takut pada koruptor!” tegas Roy Budiman, eks pegawai PD Pasar yang diberhentikan secara sepihak setelah mengkritisi kebijakan internal.
Darwis dan aktivis lainnya menyatakan akan membawa persoalan ini langsung ke Istana Negara, jika Polda Sulut tak mampu bertindak tegas dan independen.
“Presiden Prabowo harus tahu bahwa semangat perubahan di bawah sedang dikangkangi. Jika perlu, KPK harus turun tangan! Pemberantasan korupsi tak boleh kalah oleh kekuasaan lokal,” pungkas Darwis, dengan nada geram.
Kasus ini menjadi cerminan tajam bahwa penegakan hukum di Indonesia masih rawan diganggu oleh kepentingan politik dan kekuasaan lokal. Apakah Polda Sulut akan diam dan membiarkan hukum dilecehkan? Atau justru bangkit dan membuktikan bahwa hukum tidak bisa dibeli? (Tim)