MITRA - Penertiban aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di kawasan Kebun Raya Megawati Soekarnoputri, Ratatotok, Minahasa Tenggara, kembali memunculkan kekhawatiran besar di tengah masyarakat. Di balik operasi penertiban yang dipimpin Dirkrimsus Polda Sulut Kombes Pol FX Winardi Prabowo itu, bahaya pengangguran massal kini menghantui ribuan warga yang selama ini menggantungkan hidup dari sektor tambang rakyat.
Ratatotok selama puluhan tahun dikenal sebagai daerah dengan ekonomi yang sangat bergantung pada aktivitas pertambangan emas. Sejak operasi PT Newmont Minahasa Raya berakhir pada 2004, masyarakat setempat banyak beralih ke tambang rakyat sebagai sumber utama penghasilan. Kini, dengan dihentikannya seluruh aktivitas tambang ilegal di kawasan konservasi Kebun Raya Megawati, ribuan pekerja tambang tradisional tidak lagi memiliki mata pencaharian.
Aktivis perempuan Sulawesi Utara, Yuni Wahyuni Srikandi, mengingatkan bahwa penutupan tambang tanpa solusi alternatif bisa memicu masalah sosial serius, termasuk meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran terbuka.
“Saya sangat prihatin. Banyak perempuan, kepala keluarga, dan anak-anak muda di Ratatotok hari ini tidak punya pekerjaan. Kalau tambang benar-benar ditutup total tanpa ada solusi, kita bisa menghadapi gelombang pengangguran massal,” tegasnya.
Penertiban PETI memang menjadi kewajiban aparat untuk menjaga kawasan konservasi. Namun, kondisi ekonomi masyarakat yang sangat bergantung pada tambang membuat dampaknya begitu besar.
Menurut Yuni, pendapatan warga tambang bukan hanya menghidupi penambang, tetapi juga ratusan usaha kecil lainnya seperti pedagang, bengkel, angkutan, hingga warung-warung yang menggantungkan omzet dari perputaran ekonomi tambang.
“Ketika tambang berhenti, seluruh ekonomi di Ratatotok ikut mati. Pemerintah harus melihat ini sebagai ancaman sosial, bukan sekadar persoalan hukum,” ujarnya.
Yuni meminta Pemerintah Kabupaten Mitra dan Pemerintah Provinsi Sulut bergerak cepat menyiapkan langkah-langkah strategis agar warga tidak terjebak dalam pengangguran berkepanjangan. Menurutnya, tidak boleh ada kebijakan yang hanya fokus pada penindakan tanpa mempertimbangkan keberlangsungan ekonomi masyarakat.
Ia bahkan mendorong pemerintah untuk memperjuangkan perubahan status Kebun Raya Megawati dari kawasan konservasi menjadi Hutan Produksi Terbatas (HPT) agar ada ruang pemanfaatan ekonomi yang terarah, legal, dan tetap memperhatikan lingkungan.
“Kalau status kawasan bisa ditinjau ulang menjadi HPT, pemerintah bisa mengatur pemanfaatan yang lebih realistis bagi masyarakat. Yang penting ada regulasi jelas, bukan aktivitas ilegal,” tegasnya.
Penertiban PETI memang menandai keseriusan pemerintah menjaga kawasan konservasi. Namun masyarakat menilai tindakan itu belum cukup jika tidak dibarengi kebijakan pemulihan ekonomi.
“Lingkungan harus dijaga, tapi manusia yang hidup di dalamnya juga tidak boleh dibiarkan sengsara. Jangan sampai penegakan hukum menciptakan kemiskinan baru,” kata Yuni.
Ribuan keluarga di Ratatotok kini menunggu kepastian dari pemerintah mengenai nasib mereka pasca-penutupan tambang. Program pelatihan kerja, pembukaan sektor ekonomi baru, hingga regulasi pemanfaatan ruang dianggap sangat mendesak untuk dilakukan.
Ratatotok membutuhkan tindakan cepat, bukan sekadar janji. Jika tidak, ancaman pengangguran massal bisa menjadi kenyataan yang menghantam keras kehidupan masyarakat.


