Jepang - Cahaya matahari sore di halaman wisata Nagasaki memantul lembut pada kain batik yang dikenakan Ketua TP-PKK Sulut, Anik Yulius Selvanus. Motif laut dan kepulauan yang mengalir dari ujung ke ujung membuatnya tampak seperti lukisan hidup di tengah keramaian wisatawan internasional.
Lalu… kerumunan itu mulai terbentuk.
Tiga turis Eropa melangkah mendekat, wajah mereka berbinar penuh rasa penasaran. Kamera ponsel terangkat, dan dalam hitungan detik, suasana berubah seperti sesi pemotretan dadakan. Mereka berharap bisa berfoto bersama sosok yang mengenakan kain “misterius” tersebut—kain yang mereka kira merupakan pakaian tradisional Jepang.
Kisah yang viral secara spontan itu memantik kekaguman dari Ketua Bidang Dana dan Usaha KIPRA Sulut, Daisy Wenur.
“Ibu Anik tidak hanya memakai batik, beliau membawa identitas Sulut ke panggung dunia,” puji Daisy.
“Reaksi para turis membuktikan bahwa Batik Nusa Utara punya daya tarik global.”
Daisy menilai, apa yang dilakukan Ibu Anik adalah diplomasi budaya tanpa panggung, tanpa naskah, namun sangat mengena—dengan kerendahan hati dan penuh rasa bangga pada karya daerah sendiri.
Turis-turis itu terperangah ketika Ibu Anik menjelaskan bahwa busana yang ia kenakan bukan kimono, melainkan batik khas Nusa Utara—karya rancangannya sendiri, terinspirasi dari budaya Sitaro, Sangihe, dan Talaud.
Salah satu turis wanita berambut pirang spontan berujar,
“Motif ini… it tells a story.”
Turis lainnya bahkan menyatakan minat untuk datang langsung ke Sulawesi Utara demi melihat budaya itu dari dekat.
Menurut Daisy Wenur, peristiwa di Nagasaki merupakan bukti bahwa identitas budaya lokal Sulut mampu menyentuh hati orang-orang dari belahan dunia manapun.
“Ini lebih dari sekadar busana. Ini promosi budaya yang nilainya tak bisa dihitung,” katanya.
Daisy yang juga aktif sebagai Anggota Bidang Mobilisasi dan Sumber Daya KONI Sulut, menegaskan bahwa momen seperti inilah yang memperkuat rasa bangga terhadap karya daerah.
Batik Nusa Utara—yang memadukan cerita laut, gunung, dan perjalanan budaya masyarakat kepulauan—disebut para turis sebagai “heart touching art”, sebuah seni yang bicara tanpa kata.
Dan di tengah kota Nagasaki, pada hari itu, seni itu bicara sangat lantang.
Dengan satu langkah sederhana namun penuh makna, Ibu Anik Yulius Selvanus telah membawa nama Sulawesi Utara menyeberang hingga ke mata dunia, membuat batik Nustar menjadi pusat perhatian tak terduga di Negeri Sakura.
Sebuah momen yang bukan hanya indah dalam gambar, tetapi menghangatkan hati siapa pun yang menyaksikannya.


