Iklan

Iklan

Warga Paniki Dua Terkepung Bau Busuk dan Lalat: Limbah Pasar Mencemari Hidup, Wakil Rakyat Tutup Mata

Swara Manado News
Jumat, 18 Juli 2025, 09:52 WIB Last Updated 2025-07-18T01:56:37Z


Manado, Sulawesi Utara
— Di balik hiruk pikuk pasar tradisional yang katanya nadi ekonomi rakyat, warga Paniki Dua di Kecamatan Mapanget hidup dalam kepungan bau busuk, lalat, dan ancaman penyakit. Bukan sehari-dua hari. Tapi bertahun-tahun.

Setiap sore, ketika matahari mulai condong ke barat dan langit Manado berwarna keemasan, bau busuk dari limbah ikan dan daging pasar menyerbu masuk ke rumah-rumah warga. Lalat beterbangan, udara jadi sesak, dan warga terpaksa menutup jendela meski udara dalam rumah pun tak lagi segar.

“Saya takut anak-anak sakit. Anak saya yang kecil sudah tiga kali ke dokter. Muntah-muntah karena baunya terlalu menyengat,” keluh seorang ibu rumah tangga sambil mengipas anaknya yang demam.

Limbah pasar ini tak hanya mencemari udara. Aliran busuk itu mengalir ke sungai kecil di sekitar permukiman, berubah menjadi saluran air hitam berbau tajam dan berminyak. Sungai yang dulu jadi tempat bermain kini menjadi sumber penyakit.

Masalahnya bukan hanya soal bau. Tapi tentang kelalaian. Dugaan kuat menyebut pasar ini tidak memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Limbah mengalir begitu saja ke lingkungan warga, melanggar berbagai regulasi, termasuk UU No. 32 Tahun 2009 dan Permen LHK No. 68 Tahun 2016. Ironisnya, pasar ini dikelola oleh seorang RT yang juga duduk sebagai anggota DPRD Kota Manado.

“Sudah kami laporkan berkali-kali. Tapi selalu hilang tak berbekas. Seolah-olah penderitaan kami tidak penting,” ujar seorang warga, yang mulai kehilangan harapan.

Warga tidak meminta banyak. Mereka tidak meminta pasar ditutup, hanya agar dikelola dengan benar. Dengan IPAL, dengan tanggung jawab. Agar mereka bisa hidup sehat, menghirup udara yang layak.

Namun yang mereka dapat hanyalah kesunyian. Tidak ada tindakan dari pemkot, tidak ada kejelasan dari pengelola. Bahkan saat lembaga pengawasan lingkungan seperti Gakkum DLH Manado menyatakan bahwa pasar seharusnya dilengkapi AMDAL dan IPAL, semua tetap diam. Hukum seolah tumpul ketika berhadapan dengan kekuasaan dan koneksi politik.

Tak hanya rumah, masjid dan gereja pun terdampak. Suara azan dan doa bercampur dengan bau bangkai. Jamaah terganggu, anak-anak terpaksa bermain di dalam rumah bukan karena ketagihan gawai, tapi karena orang tua takut mereka sakit akibat udara tercemar.

“Kami rayakan hari raya pun dalam bau busuk. Tidak ada hari tanpa aroma limbah,” kata seorang warga dengan suara berat.

Ini bukan cerita dari tempat kumuh atau pelosok terpencil. Ini terjadi di Manado, kota besar, dan ini adalah bukti nyata betapa pemerintah bisa gagal melindungi warganya dari bahaya yang sangat jelas.

Warga Paniki Dua tidak diam. Mereka sudah bersuara, berjuang, dan mengadu. Tapi apakah suara mereka akan terus dibungkam oleh kepentingan dan kekuasaan?

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Warga Paniki Dua Terkepung Bau Busuk dan Lalat: Limbah Pasar Mencemari Hidup, Wakil Rakyat Tutup Mata

Terkini

Iklan