MANADO — Sorotan publik kini mengarah ke proyek Rehabilitasi Pemecah Ombak di kawasan wisata Taman Godbless Park, Kota Manado, yang tengah menuai dugaan pelanggaran teknis dan administrasi.
Proyek dengan nilai kontrak Rp 4,97 miliar ini dilaksanakan oleh PT Family Teknik Konstruksi dan diawasi oleh CV Brysel Jaya Abadi, dengan sumber dana dari APBD 2025 di bawah koordinasi Kementerian PUPR. Namun, berdasarkan temuan lapangan, sejumlah kejanggalan mencuat ke permukaan.
Hasil pantauan pada Jumat (10/10/2025), tim media menemukan pekerja sementara membuat tetrapod secara manual di area pekerjaan.
Temuan berikutnya menunjukkan adanya pembuatan tetrapod beton secara manual di lokasi proyek, tanpa indikasi sertifikasi mutu.
Sesuai SNI 8460:2017, seluruh material pemecah ombak wajib diproduksi oleh penyedia bersertifikat dan melalui uji laboratorium untuk menjamin kekuatan struktur.
Praktik di lapangan yang tidak sesuai standar ini berpotensi menurunkan kualitas konstruksi, bahkan dapat membahayakan keselamatan publik di sekitar area pesisir.
Sejumlah pemerhati kebijakan publik menilai, jika benar dilakukan tanpa pengujian mutu dan pengawasan ketat, maka proyek tersebut telah melanggar ketentuan dalam Permen PUPR No. 07/PRT/M/2019 tentang Pengadaan Jasa Konstruksi dan Permen PUPR No. 09/PRT/M/2019 tentang Verifikasi Mutu Material.
Pelaksanaan yang tidak sesuai prosedur dapat berimplikasi pada sanksi administratif maupun hukum, termasuk pengembalian kerugian negara apabila ditemukan unsur penyimpangan anggaran.
Masyarakat sekitar juga mempertanyakan peran CV Brysel Jaya Abadi selaku konsultan pengawas.
Beberapa warga mengaku belum pernah melihat aktivitas pengawasan intensif selama pekerjaan berlangsung.
“Kalau pengawas tidak rutin turun ke lapangan, maka kualitas pekerjaan sulit dikontrol,” ungkap salah seorang warga di kawasan Boulevard.
Sementara itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, Bernadus Salendeo, hingga berita ini diterbitkan, belum memberikan keterangan resmi terkait temuan di lapangan.
Data yang dihimpun menyebutkan, proyek serupa pernah dilaksanakan pada tahun 2022 dengan nilai sekitar Rp 2 miliar lebih dan selesai tanpa kendala berarti.
Kini, nilai proyek meningkat signifikan hingga mendekati Rp 5 miliar, meski material seperti tetrapod tidak lagi dikirim dari luar daerah melainkan dibuat langsung di lokasi.
Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya rekayasa perencanaan dan pembengkakan biaya (mark-up) yang perlu ditelusuri lebih lanjut oleh aparat pengawasan.
Sejumlah tokoh masyarakat dan pemerhati infrastruktur di Manado mendesak aparat penegak hukum, BPK, dan instansi teknis terkait untuk turun meninjau langsung proyek tersebut.
“Proyek bernilai miliaran rupiah harus dikerjakan sesuai aturan dan standar mutu. Kalau ada penyimpangan, harus ditindak tegas,” tegas salah satu tokoh masyarakat yang enggan disebut namanya.
Masyarakat berharap proses pengawasan dilakukan secara terbuka, agar setiap rupiah dana publik benar-benar digunakan untuk kepentingan pembangunan, bukan kepentingan pribadi.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi seluruh pemangku kepentingan, bahwa transparansi dan profesionalitas pelaksanaan proyek publik merupakan fondasi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Publik kini menunggu langkah cepat dari instansi terkait untuk memastikan proyek di Godbless Park berjalan sesuai standar, prosedur, dan aturan hukum yang berlaku.