KOTAMOBAGU - Aksi premanisme kembali mencoreng wajah keamanan di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong). Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Passi, Kecamatan Passi Barat, T alias Tito, menjadi korban pengeroyokan brutal oleh sekelompok preman kampung yang diduga mabuk berat.
Ironisnya, kejadian ini terjadi ketika Tito justru menjalankan tugasnya sebagai aparat desa untuk menjaga ketertiban masyarakat.
Peristiwa berdarah itu terjadi pada Minggu malam (9/11/2025). Berdasarkan laporan polisi Nomor: STTLP/B643.a/XI/2025/SPKT/RES-KTG/SULUT, pengeroyokan terjadi setelah Tito meminta agar acara muda-mudi yang sudah melewati batas izin waktu segera dihentikan. Namun, langkah tegas itu malah berujung petaka.
Sekelompok pria yang diduga dalam pengaruh minuman keras langsung mengamuk dan mengeroyok Tito secara membabi buta. Akibatnya, korban mengalami luka robek di kepala dan bahu kiri akibat hantaman benda tumpul.
Pasca kejadian, Tito bersama keluarga langsung melapor ke Polres Kotamobagu, meminta keadilan dan perlindungan hukum. Namun hingga kini, belum ada kabar jelas soal penangkapan para pelaku.
Keluarga korban, Herry Lasabuda-Sugeha, mendesak Kapolres Kotamobagu AKBP Irwanto SH, SIK, untuk turun tangan langsung dan memastikan para pelaku ditangkap tanpa pandang bulu.
“Ketua BPD itu simbol pemerintah desa. Kalau pejabat desa saja bisa dikeroyok preman mabuk, lalu siapa yang bisa jamin keselamatan masyarakat biasa?” tegas Herry dengan nada geram.
Ia menambahkan, jika polisi lamban menangani kasus ini, dikhawatirkan akan memicu kemarahan warga dan potensi bentrok susulan.
“Jangan sampai muncul dugaan ada ‘main mata’ dengan pelaku. Kami minta Kapolres tegas tangkap mereka semua!” katanya menegaskan.
Informasi yang dihimpun media menyebutkan, acara muda-mudi di Desa Passi memang kerap berujung keributan, karena lemahnya pengawasan dan maraknya konsumsi miras. Beberapa warga menyebut, bukan sekali dua kali kericuhan terjadi, namun penanganannya sering dibiarkan menguap tanpa hasil.
“Sudah sering ada keributan malam-malam di acara begitu, tapi polisi seolah tutup mata. Sekarang yang jadi korban pejabat desa sendiri, baru ramai,” ujar salah satu warga yang meminta namanya dirahasiakan.
Kini, masyarakat menunggu langkah nyata Polres Kotamobagu. Kasus ini bukan sekadar penganiayaan biasa, tetapi tamparan keras bagi aparat keamanan di daerah. Jika pelaku dibiarkan berkeliaran, itu artinya premanisme sudah mengalahkan hukum di Passi Barat.
Pertanyaan besar pun muncul:
Apakah Polres Kotamobagu berani menindak tegas para pelaku tanpa pandang bulu?
Atau justru kasus ini akan menjadi satu lagi “laporan yang mengendap di meja penyidik”?
Warga berharap Kapolres menunjukkan ketegasan dan menegakkan marwah hukum karena diam dalam kasus seperti ini sama saja memberi ruang bagi premanisme untuk berkuasa di desa. (Syil)


