Minahasa — Sidang lapangan yang digelar Majelis Hakim PTUN Manado di Desa Sea, Jumat (14/11/2025), menghadirkan sejumlah temuan baru terkait sengketa tanah yang tengah bergulir.
Dipimpin oleh Ketua Majelis Erick Siswandi Sihombing SH, MH, para hakim turun langsung ke area yang disengketakan untuk memastikan fakta di lapangan sesuai dengan dokumen yang diajukan para pihak.
Dalam pemeriksaan tersebut, majelis hakim menelusuri batas lahan, jenis tanaman, hingga meminta penjelasan dari warga yang tinggal di sekitar lokasi. Langkah ini dilakukan untuk memastikan kejelasan riwayat penguasaan tanah.
Kuasa hukum penggugat, Noch Sambouw, menjelaskan bahwa tanah tersebut telah dikuasai keluarga penggarap selama lebih dari 60 tahun. Ia menyebut tidak ada persoalan yang muncul hingga kemudian terbit sertifikat atas nama pihak lain.
“Sejak 1960 tidak pernah ada gugatan. Tiba-tiba muncul sertifikat baru, tentu ini menimbulkan pertanyaan,” ujarnya.
Noch juga mengungkapkan bahwa pengajuan dokumen konversi oleh pihak Mumu Cs pada 1995 ditolak oleh Hukum Tua Desa Sea, namun kemudian diproses di Desa Malalayang Dua. Proses tersebut disebutnya sebagai hal yang perlu ditelusuri lebih dalam karena menghasilkan sertifikat SHM 66, 67, dan 68, termasuk salah satu yang kini disengketakan.
Di sisi lain, pernyataan Michael Utara Vanessen, ahli waris keluarga Van Essen, juga menjadi sorotan dalam sidang lapangan. Ia mempertanyakan klaim bahwa tanah tersebut berasal dari objek Erfpacht No. 38 atas nama Sofia Van Essen.
“Jika disebut dialihkan tahun 1953, padahal beliau wafat pada 1938, tentu perlu dilakukan klarifikasi lebih lanjut,” ujarnya.
Noch turut memaparkan bahwa pihak yang mengajukan klaim pernah membawa perkara serupa ke pengadilan pada 1999, namun saat itu gugatan mereka ditolak. Meski demikian, sertifikat tanah kemudian beralih ke pihak lain, dan hal ini dinilai membutuhkan penelusuran administratif yang lebih mendalam.
Temuan-temuan yang muncul dalam sidang lapangan ini memberikan gambaran baru bagi majelis hakim untuk menilai secara objektif jalannya sengketa. Sidang dianggap menjadi momentum penting untuk memperjelas alur sejarah tanah dan memastikan penyelesaian yang berkeadilan bagi semua pihak.
Proses persidangan akan berlanjut dengan agenda mendengarkan keterangan lanjutan dari para pihak terkait.


