Manado - Dugaan praktik gelap dalam pengelolaan anggaran kembali mencuat di lingkungan Pemerintah Kota Manado. Kali ini, sorotan tajam mengarah ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Diskbud) Kota Manado, menyusul ditemukannya proyek pembangunan taman parkir dan rehabilitasi gedung yang dikerjakan tanpa papan proyek sebuah pelanggaran terang-terangan terhadap prinsip transparansi publik.
Proyek bernilai ratusan juta rupiah tersebut nyaris rampung. Namun ironisnya, publik sama sekali tidak diberi akses informasi. Tidak ada judul kegiatan, tidak diketahui pelaksana proyek, sumber anggaran tidak jelas, volume pekerjaan gelap, dan durasi pelaksanaan tak tertera. Proyek ini seolah muncul dari kegelapan dan dikerjakan dalam senyap layak disebut “proyek siluman.”
Padahal, pemasangan papan proyek bukan sekadar formalitas. Itu adalah kewajiban hukum yang diatur dalam regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah. Ketika kewajiban paling mendasar ini diabaikan, publik wajar mencurigai adanya upaya sistematis menutup informasi.
Upaya konfirmasi telah dilakukan. Pada Minggu, 14 Desember 2025, Kepala Diskbud Kota Manado, Bert Assa, dihubungi melalui WhatsApp. Namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada jawaban. Sikap bungkam ini justru memperkuat kecurigaan dan memunculkan pertanyaan besar: apa yang sedang disembunyikan?
Keanehan lain ikut terkuak. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa Sekretaris Diskbud merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) belum mengetahui permasalahan tersebut, Kondisi ini menimbulkan potensi konflik kepentingan serius. Fungsi pengawasan dan pelaksanaan proyek berada dalam satu tangan. Namun ironisnya, di lapangan justru tampak pengawasan nyaris nihil.
Lebih memprihatinkan lagi, kualitas pekerjaan fisik proyek ini disinyalir asal jadi.
Hasil pantauan lapangan menunjukkan pondasi bangunan hanya diletakkan di atas tanah dengan kedalaman galian beberapa sentimeter, bahkan disebut tidak diisi spesi campuran semen. Padahal, standar teknis konstruksi mensyaratkan kedalaman pondasi minimal 60 hingga 100 sentimeter, tergantung karakteristik tanah. Jika dugaan ini benar, maka proyek tersebut berpotensi cacat konstruksi dan membahayakan keselamatan, bukan sekadar merugikan keuangan negara.
Fakta-fakta ini menampar nalar publik. Bagaimana mungkin sebuah dinas yang mengelola dunia pendidikan—yang seharusnya menanamkan nilai kejujuran, etika, dan akuntabilitas justru mempertontonkan praktik yang mencederai nilai-nilai itu sendiri?
Kasus ini tidak bisa direduksi sebagai kelalaian administratif belaka. Ini adalah alarm keras tentang bobroknya tata kelola anggaran jika dibiarkan tanpa pengawasan serius. Keindahan fisik bangunan tidak akan pernah mampu menutupi bau busuk praktik non-transparan.
Publik kini menuntut tindakan nyata. Bukan sekadar memasang papan proyek di akhir pekerjaan, tetapi membuka seluruh dokumen proyek: mulai dari perencanaan, kontrak, nilai anggaran, pelaksana, hingga pengawasan teknis. Jika tidak, maka proyek ini pantas dicatat sebagai preseden buruk pengelolaan uang rakyat di Kota Manado dan menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk turun tangan.
Uang rakyat bukan untuk disembunyikan. Transparansi adalah kewajiban, bukan pilihan.


