Manado — Persoalan agraria kembali menjadi titik kritis pembangunan di Sulawesi Utara. Dalam pertemuan resmi bersama Komite I DPD RI, Senin (24/11/2025), Gubernur Sulawesi Utara Yulius Selvanus Komaling (YSK) menegaskan sikap pemerintah daerah: menjaga aset negara sekaligus memastikan rakyat kecil tidak tersisih.
Pertemuan yang berlangsung di Rumah Dinas Gubernur Sulut, Bumi Beringin, diwarnai diskusi mendalam terkait berbagai hambatan pembangunan akibat konflik pertanahan—mulai dari sengketa lahan, tanah ex-HGU yang belum dikembalikan, pendudukan aset negara, hingga disharmonisasi regulasi pusat-daerah. Keterbatasan lahan daratan dan meningkatnya kebutuhan investasi membuat penyelesaian konflik agraria semakin mendesak.
Dalam paparannya, Gubernur YSK menegaskan bahwa Pemprov Sulut tidak bisa berjalan sendiri dalam menuntaskan persoalan yang sudah menghambat agenda pembangunan strategis, termasuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
“Aset negara harus dijaga, tetapi rakyat kecil tetap harus mendapat ruang untuk hidup dengan layak,” tegas YSK di hadapan anggota Komite I DPD RI.
YSK menekankan bahwa penyelesaian persoalan agraria bukan sekadar prosedur administrasi, tetapi merupakan kewajiban moral dan kemanusiaan. Menurutnya, pemerintah harus hadir dengan pendekatan mediasi, transparansi, dan penyelesaian humanis—tanpa mengorbankan masyarakat dan tanpa membiarkan aset negara dikuasai pihak-pihak yang tidak memiliki dasar hukum.
Ia menegaskan bahwa kepastian hukum sangat penting, bukan hanya bagi investor, tetapi juga bagi masyarakat yang tinggal dan menggantungkan hidup dari tanah yang mereka tempati.
“Kepastian hukum harus berjalan seimbang. Perlindungan untuk investasi penting, tapi perlindungan untuk rakyat jauh lebih penting,” ujar YSK.
Komite I DPD RI menyambut positif seluruh catatan dan masukan Pemprov Sulut, serta berkomitmen membawa rekomendasi tersebut ke kementerian terkait sebagai bagian dari pengawasan nasional terhadap implementasi UU Pokok Agraria (UU No. 5/1960).
Pertemuan ditutup dengan komitmen bersama untuk memperkuat sinergi pusat-daerah agar pembangunan Sulawesi Utara bisa melaju tanpa meninggalkan ketidakadilan sosial di belakangnya.


