Manado - Di tengah tantangan dunia pendidikan dan keterbatasan anggaran, SMA Negeri 3 Manado tetap menunjukkan komitmen kuat dalam menjaga keberlangsungan proses belajar mengajar. Di bawah kepemimpinan Kepala Sekolah Deltje Y. Lendo, S.Pd., M.Si, sekolah ini memilih langkah penuh tanggung jawab — mempertahankan guru honorer agar setiap peserta didik tetap memperoleh hak belajar secara utuh.
“Kalau mereka berhenti, siapa yang akan mengajar? Kami tidak mungkin membiarkan anak-anak kehilangan pelajaran hanya karena keterbatasan anggaran,” ungkap Lendo dengan nada tegas namun sarat kepedulian.
Bagi Lendo, guru honorer bukan sekadar pelengkap. Mereka adalah bagian penting dari sistem pendidikan yang menjamin keberlanjutan pembelajaran di tengah keterbatasan tenaga pendidik ASN.
Saat ini, SMAN 3 Manado memiliki 18 guru honorer yang mengajar berbagai mata pelajaran. Dengan rata-rata 20 jam pelajaran per minggu, mereka menerima honor sekitar Rp20 ribu per jam atau sekitar Rp2 juta per bulan. Jumlah yang jauh dari kata sejahtera, namun semangat mereka untuk tetap hadir dan mengajar tidak pernah surut.
“Guru honorer ini adalah pejuang pendidikan. Mereka datang tepat waktu, menyiapkan materi, dan mendampingi siswa dengan sepenuh hati, meski mengetahui honor mereka sangat terbatas,” tutur Lendo dengan mata berkaca-kaca.
Keterbatasan jumlah tenaga ASN membuat keberadaan guru honorer menjadi sangat vital. Mereka memastikan tidak ada mata pelajaran yang terhenti, dan tidak ada siswa yang kehilangan kesempatan belajar.
Karena keterbatasan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) — yang hanya bisa membiayai guru terdata dalam Dapodik — maka gaji sebagian besar guru honorer ditopang melalui dana komite sekolah, hasil sumbangan sukarela dari orang tua.
“Orang tua membantu semampunya. Tidak ada unsur paksaan. Semuanya dilakukan dengan kesadaran dan rasa peduli bersama terhadap pendidikan anak-anak,” jelas Lendo.
Ia menambahkan, semangat gotong royong ini menjadi kekuatan moral yang luar biasa bagi sekolah.
“Selama masih ada cara, kami akan berupaya menjaga keseimbangan antara mutu pembelajaran dan kondisi keuangan sekolah,” ujarnya.
Sebagai salah satu sekolah menengah atas unggulan di Kota Manado, SMAN 3 Manado telah melahirkan banyak lulusan berprestasi di berbagai bidang, baik akademik maupun non-akademik. Namun di balik setiap penghargaan dan prestasi tersebut, ada dedikasi besar dari para guru — termasuk mereka yang berstatus honorer.
Banyak kegiatan pembinaan siswa, pelatihan, dan kegiatan ekstrakurikuler tidak tercakup dalam anggaran BOS. Namun berkat kreativitas dan kerja sama antara sekolah, guru, dan orang tua, semua kegiatan tetap berjalan.
“Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah, sekolah, dan masyarakat harus bergandengan tangan,” tegas Lendo.
Di balik kesederhanaan ruang kelas dan keterbatasan dana, semangat para guru honorer SMAN 3 Manado tetap menyala.
Setiap hari mereka datang membawa harapan, bukan hanya untuk mengajar, tetapi untuk membentuk karakter dan masa depan generasi muda.
“Selama saya masih dipercaya memimpin sekolah ini, saya akan terus memperjuangkan mereka. Karena saya tahu, tanpa guru honorer, banyak mimpi anak-anak yang bisa terhenti,” ujar Lendo dengan nada penuh keyakinan.
Kisah SMAN 3 Manado adalah potret nyata bahwa pendidikan tidak hanya berdiri di atas kebijakan dan angka anggaran. Ia tumbuh dari ketulusan, pengabdian, dan semangat gotong royong.
Di tangan para guru honorer yang bekerja dengan hati, masa depan pendidikan tetap terjaga — sederhana, tapi penuh makna.


