Manado - Sidang perkara pidana Nomor 327 terkait sengketa tanah SEA kembali ditunda untuk keempat kalinya, memicu kemarahan dan sorotan tajam dari pihak terdakwa serta kuasa hukum. Penyebabnya sama: Jemmy Wijaya dan Raisa Wijaya kembali tidak hadir di persidangan, meski telah empat kali dipanggil secara resmi melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Penundaan berulang ini dinilai mencederai marwah pengadilan dan mempermainkan proses hukum. Pasalnya, hingga kini alasan ketidakhadiran Jemmy dan Raisa Wijaya dinilai tidak jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Kuasa hukum terdakwa secara tegas menyatakan keberatan atas sikap tersebut. Dalam persidangan, pengacara bahkan meminta majelis hakim agar memerintahkan JPU untuk membacakan saja keterangan para saksi, mengingat yang bersangkutan tak kunjung hadir secara langsung untuk diuji di hadapan hukum.
“Ini sudah empat kali dipanggil secara sah, tapi yang bersangkutan tidak pernah hadir. Kami menduga ada indikasi ketidaktaatan hukum, bahkan berpotensi memberikan keterangan palsu. Kalau memang keterangannya benar, hadir dan buktikan di depan sidang, bukan bersembunyi di balik ketidakhadiran,” tegas kuasa hukum dalam persidangan.
Lebih keras lagi, pihak kuasa hukum mengingatkan bahwa ketidakhadiran saksi yang telah dipanggil secara patut bukan persoalan sepele. Konstitusi dan KUHP secara tegas mengatur konsekuensi hukum.
Pasal 224 dan Pasal 522 KUHP menyebutkan bahwa saksi yang dengan sengaja tidak memenuhi panggilan pengadilan dapat dituntut pidana, termasuk ancaman hukuman penjara.
Tokoh masyarakat Noch Samboouw juga angkat suara. Ia menilai sikap Jemmy dan Raisa Wijaya sebagai bentuk pelecehan terhadap hukum dan pengadilan.
“Selama ini yang datang hanya orang suruhan, bukan yang bersangkutan langsung. Kalau merasa benar, jangan kirim perwakilan, hadirlah sendiri. Negara ini negara hukum, bukan negara titipan,” ujarnya dengan nada geram.
Publik kini menanti ketegasan majelis hakim dan JPU. Penundaan berulang tanpa tindakan tegas dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk dan memperkuat kesan bahwa hukum bisa dipermainkan oleh mereka yang merasa kebal.
Sidang berikutnya dijadwalkan ulang. Namun satu pertanyaan besar menggantung di ruang publik:
Sampai kapan pengadilan akan terus mentolerir ketidakhadiran saksi yang berulang kali mangkir dari panggilan hukum?


