Manado - Di tengah derasnya isu lingkungan dan ketimpangan ekonomi, Gubernur Sulawesi Utara Yulius Selvanus K. menegaskan arah baru pengelolaan sumber daya alam di Bumi Nyiur Melambai. Bukan untuk konglomerat, tapi untuk rakyat kecil yang selama ini menggantungkan hidup dari tambang tradisional.
Langkah itu ditegaskan melalui dukungannya terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 tentang Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) — sebuah regulasi yang dianggap membuka lembaran baru dalam sejarah pertambangan di Sulawesi Utara.
“Ini bukan hanya tentang izin tambang, tapi tentang keadilan ekonomi. Bahwa masyarakat di tanahnya sendiri punya hak untuk sejahtera tanpa takut kehilangan sumber penghidupan,” ujar Gubernur YSK dengan nada tegas.
Menurutnya, pemerintah daerah kini memiliki landasan kuat untuk memastikan tambang rakyat di sepuluh kabupaten/kota di Sulut berjalan dengan tertib, legal, dan ramah lingkungan. Gubernur menekankan, izin rakyat bukan berarti tambang liar, tetapi aktivitas ekonomi yang berdaulat dan berkelanjutan.
“Kami akan tertib menjalankan semua arahan Bapak Presiden Prabowo. IPR dan WPR ini harus betul-betul untuk rakyat,” ucapnya.
Gubernur juga memastikan bahwa Pemprov Sulut segera menyusun Peraturan Gubernur (Pergub) sebagai turunan dari PP tersebut. “Kami tinggal menunggu Peraturan Menteri ESDM, setelah itu Pergub akan segera diterbitkan. Tujuannya satu: pelaksanaan yang tepat sasaran dan berpihak pada masyarakat.”
Dukungan terhadap kebijakan ini bukan sekadar administratif. Di baliknya, ada semangat pemerataan ekonomi yang mulai tumbuh di daerah penghasil tambang. Dari Bolaang Mongondow hingga Minahasa Tenggara, masyarakat menanti implementasi yang benar-benar berpihak pada mereka — bukan hanya di atas kertas.
Bagi Gubernur Yulius Selvanus K., inilah momen di mana Sulut bisa menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi dan kelestarian alam bisa berjalan beriringan.
“Kita ingin rakyat Sulut berdaulat di tanahnya sendiri dan alamnya tetap lestari,” tutupnya.


